SELAMAT DATANG JULAK AE....

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr, wb.

Selamat datang di blog ini. Blog ini berisi tentang materi pelajaran Bahasa Indonesia yang disediakan untuk para siswa SMA (umumnya) dan khususnya siswa SMA Negeri 1 Simpang Empat kelas X.

Mudah-mudahan dengan blog ini, para siswa dapat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.

Di dalam blog ini bukan hanya sekedar menyediakan materi pelajaran, tetapi juga menyediakalaan galery foto, tempat untuk berkomentar atau curhat khususnya bagi siswa SMAN 1 Simpang Empat.

Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien

Wassalam


My Inspirator

Selasa, 05 Januari 2010

Koin Peduli Bakrie

"Koin Peduli Bakrie" ya, itulah judul tulisan yang saya ungkapkan hari ini. Tadi pagi ketika saya mengikuti siaran Editorial di Metro TV, ada hal menarik perhatian saya terhadap diskusi pada acara tersebut. Yakni masalah pajak.

Pada acara tersebut diungkap bagaimana perilaku orang kaya dalam membayar pajak di negara kita ini. Dan tentu saja pembicaraan tersebut sangatlah menarik, apalagi yang menjadi sorotan adalah Bakrie yang merupakan salah seorang pengusaha terkenal dan ternama di Indonesia.

Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara. Negara akan maju dan kaya jika rakyatnya membayar pajak dengan baik. Yang namanya wajib tentu harus, tidak ada pengecualian. Dari masyarakat bawah hingga masyarakat kelas atas tentu saja wajib membayar pajak menurut aturan yang berlaku dan ini harus benar-benar dijalankan.

Pernahkah kita membayangkan bagaimana jika ada orang kaya raya yang selama hidupnya tidak membayar pajak, sementara kita selaku orang kelas bawah selalu taat dalam mebayar pajak. Inilah yang menjadi topik yang hangat pada acara Editorial tadi pagi. Permasalahannya adalah Bakrie yang merupakan seorang pejabat, seorang pengusaha, seorang konglomerat yang hidupnya dikelilingi oleh harta yang melimpah ruah, kok sampai saat ini belum bayar pajak. Hutang pajak yang dimiliki oleh Bakrie adalah sebesar 2,5 triliyun rupiah. Itu hanya pajak dari tiga perusahaan yang dia miliki. Belum lagi yang lainnya, kalau dikalkulasikan sebesar 10 triliyun rupiah.

Melihat jumlah uang pajak yang ada pada Bakrie di atas tentu saja menjadi pertanyaan, kok masalah itu tidak diungkap ke publik. Mengapa pemerintah hanya diam saja melihat kondisi tersebut. Sementara kita selaku rakyat kelas bawah yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama di dalam negara ini kok selalu dikejar-kejar yang namanya pajak. Sebagai contoh, setiap awal bulan pada saat pengambilan gaji bagi PNS atau pegawai swasta lainnya selalu dipotong pajak 15%. Belum lagi ada mendapat tunjangan atau insentif daerah, potong pajak lagi 15%. Kemudian pajak ini dan itu selalu saja mengejar kita setiap bulannya. Sangat berbeda jauh dengan Bakrie, yang selama ini hidup dengan kemewahan, pendapatan setiap bulan dari perusahaan yang ia kelola, kok tidak dikejar yang namanya pajak. Inilah yang membuat ketidakadilan masih berjalan mulus di negara ini.

Kasus pajak yang dibebani oleh Bakrie ini juga sampai saat ini belum dijungkap, sementara kasus Bank Century yang merugikan negara sebesar 6,5 triliyun rupiah dihebohkan. 6,5 triliyun hebohnya dari Sabang hingga Merauke bahkan menjadi tontonan dunia. Tetapi yang 10 triliyun rupiah mengendap di dalam tanah. Adem ayem saja pemerintah melihat keadaan ini. Mengapa ya?

Kemarin masyarakat Indonesia pada ramai mengumpulkan koin untuk solidaritas terhadap Prita. Nah sekarang apakah kita juga perlu mengumpulkan koin untuk orang kaya yang bernama Bakrie ini untuk membantunya membayar pajak. Karena orang yang tidak dapat membayar pajak itu adalah orang miskin. Mungkin kita sebaiknya mengumpulkan koin yang nilainya Rp.50,- agar meringankan beban Bakrie dalam melunasi hutang pajaknya. Ya mudah-mudahan saja kawan-kawan di indonesia ini dalam waktu cepat mendirikan posko yang bernama "Koin Peduli Bakrie."

Ini adalah salah satu contoh dari para pengusaha yang malas membayar pajak. Kalau dikalkulasikan hutang para pengusaha nakal di Indonesia yang belum membayar pajaknya sekitar 45 triliyun rupiah. Uang yang sangat besar yang selama ini ditutup-tutupi oleh pemerintah. Seandainya saja uang tersebut digunakan untuk dana pendidikan atau membantu masyrakat miskin di Indonesia, sudah pasti tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah dan tidak ada lagi masyarakat yang miskin. Dan senadainya juga uang tersebut digunakan untuk perbaikan listrik di negara kita, otomatis tidak ada lagi yang namanya pemadaman bergilir (mati lampu) di mana-mana.

Bagaiaman menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 5 Januari 2009

Read More......

Senin, 04 Januari 2010

Hukum dan Mafia Peradilan di Indonesia

Hari pertama memasuki awal tahun ditantang sama Pak Ersis untuk membuat satu tulisan baik artikel maupun sebuah puisi. Ini saya anggap sebagai ujian dari Pak Ersis, sampai sejauh mana keseriusan kita dalam mengikuti kegiatan menulis yang digawangi oleh Beliau. Bagi saya tulisan ini diterima ataupun tidak bukan menjadi masalah. Yang terpenting adalah semangat menulis yang selalu diberikan oleh Pak ersis kepada saya, mudah-mudahan nantinya dapat menjadi penulis yang sebenarnya.

Sebelum saya membicarakan tema tentang "Keadilan di negara kita", ada baiknya saya menceritakan sebuah riwayat. Riwayat ini adalah mengenai sistem hukum yang berjalan di suatu daerah. Ceritanya begini:

Ada sebuah riwayat dari Daerah di Yordania yang bernama Hadramaut. Di sana masyarakatnya benar-benar taat terhadap hukum dan para pejabatnya pun menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Tidak ada tindak kejahatan yang terjadi di sana. Semua orang berusaha sekuatnya taat terhadap aturan hukum yang berlaku.

Pada suatu waktu ada keributan yang terjadi di sana. Keributan antara dua orang yang dulunya pernah melakukan jual-beli tanah. Anggap saja namanya A dan B. Keluarga si A ini menjual sebidang tanahnya kepada si B. Dan ketika si B mendirikan sebuah bangunan dan membuat sebuah sumur pada tanah yang dibelinya pada si A, dia menemukan peti harta karun. Dia bingung dan memanggil si A karena si B menganggap bahwa harta setersebut adalah milik si A. Namun, si A tidak mau mengakuinya. Dia mengatakan bahwasanya tanah tersebut sudah dijualnya beserta isinya kepada si B. Jadi harta tersebut adalah milik si B. Tetapi si B ini tidak mau menerima harta tersebut. Dia berpendapat bahwa dirinya membeli tanah tersebut hanya di atasnya saja. Isi di dalamnya tidak terdapat dalam perjanjian.

Terjadilah perang mulut antara si A dan B yang sama-sama tidak mau menerima harta tersebut. Dan kejadian itu sampai berlanjut ke persidangan. Tentu saja aparat hukum yang yang menjabat di negeri itu marasa kebingungan. Soalnya selama ini, baru pertama kali ini sebuah permasalahan sampai muncul ke pengadilan. Dan yang membingungkan para pejabat di sana adalah kedua pihak tidak mau mengakui harta yang ditemukan di dalam tanah yang telah terjual oleh A dan dibeli oleh si B.

Karena tak ada jalan keluar, akhirnya hakim bertanya apakah si A dan B mempunyai anak. Ternyata si A mempunyai seorang anak perempuan dan si B mempunyai anak laki-laki. Lalu hakim memutuskan agar mengawinkan anak si A dengan anak si B dengan mas kawinnya adalah harta tersebut. Dan setelah perkawinan itu, harta yang mereka temukan itu diberikan kepada anak yang mereka nikahkan tadi.

Di atas adalah sebuah riwayat yang benar-benar terjadi di Hadramaut sana. Yang mana di negeri tersebut aparat hukumnya benar-benar adil dalam memberikan perlakuan hukum kepada warganya. Hukum dijunjung tinggi dan dijalankan dengan baik. Aturan yang dibuat benar-benar dilaksanakan baik oleh golongan masyarakat berduit (kaya) maupun masyarakat biasa.

Lantas bagaimana dengan aturan hukum yang berjalan di negara kita? Hukum yang berjalan di negara kita sudah sejak zaman penjajahan Belanda selalu berpihak kepada kaum borjuis, sedangkan kaum proletar khususnya pribumi tidak mendapatkan perlakuan hukum yang adil. Dan ini berjalan hingga sekarang. Reformasi ternyata tak membawa dampak perubahan yang besar terhadap negeri ini. Reformasi hanya sekedar merubah kelompok rezim orde baru saja, namun sistem di dalamnya belum sepenuhnya direformasi. Dan sistem tersebut sampai saat ini masih saja diwarisi oleh kalangan para pejabat di negeri ini. Khususnya masalah hukum yang sangat riskan yang sejak dari dulu sampai sekarang orang belum menemukan yang namanya keadilan. Keadilan yang terjadi di negara kita berpihak kepada segenap kelompok tertentu saja.

Keadilan di negeri ini masih belum sepenuhnya diperoleh oleh masyarakat. Kita belum sepenuhnya menjadi warga yang taat terhadap hukum dan memperoleh perlindungan hukum dengan baik. Hal ini ditandai oleh aparatur hukum banyak yang melanggar hukum. Segala aturan yang dibuat dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh sekelompok orang yang memanfaatkan aturan hukum dalam meraih sesuatu. Sementara, jika masyarakat kecil yang melanggarnya, maka akan dikenakan sanksi hukum yang tidak sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Kita dapat melihat secara langsung fenomena umum yang terjadi di masyarakat kita. Ketidakseimbangan dan perbedaan dalam mendapatkan perlakuan hukum membuat masyarakat menjadi gerah dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini. Mengapa demikian? Selama ini masyarakat kecil sering diintimidasi oleh aturan hukum yang dibuat aparat hukum itu sendiri. Sementara mereka yang membuat aturan malah seenaknya saja melanggar tanpa dikenakan sanksi.

Sebagai contoh kecil adalah tentang pembalakan liar. Masyarakat dilarang keras bahkan dipidanakan jika melakukan pembalakan liar. Namun, sebaliknya banyak aparat kepolisian atau TNI yang menjadi beking para pembalak liar atau mereka sendiri sebagai aktor pembalaknya, maka aparatur hukum di negara ini tutup mata saja melihat kejadian itu. Inilah yang membuat ketidakadilan dalam perlakuan hukum di negeri ini.

Masalah hukum di negara ini pelik sekali. Keadilan yang dirasakan oleh masyarakat kecil masih belum mencapai sasarannya. Lihat kasus nenek yang dituntut tiga bulan hukuman karena dituduh mencuri tiga biji buah cokelat. Padahal si nenek bukan bermaksud mencuri. Melihat kasus ini bagaimana bisa jaksa menuntut hukuman pada nenek ini selama tiga bulan. Padahal yang dicurinya hanyalah tiga biji buah cokelat kalau dilkalkulasikan hanya bernilai Rp.500,- perbiji.

Melihat kasus lain yang sangat jauh berbeda adalah kasus Bank Century. KAsus ini digawangi oleh Anggodo dan Anggoro yang merupakan aktor utama dan melibatkan banyak pihak di dalamnya hanya bebas melenggang kangkung tanpa tersentuh hukum sedikit pun. Aparat hukum sudah jelas melihat bukti dan fakta yang memberikan kesaksian bahwa mereka berdua adalah aktor utama kasus Bank Century namun belum berani menangkapnya. Ada apa ini? Kasus ini seoalah-olah menjadi bola yang di tendang ke sana kemari dan semua aparat hukum yang terlibat ingin mencuci tangan.

Hukum di negara ini sudah sejak dari dulu dikendalikan oleh golongan orang yang berduit. Dengan uang hukum dapat dibeli. Jaksa, hakim, polisi semuanya dapat dibeli dengan uang. Kita bisa saja melanggar hukum dan tak akan terjerat masalah hukum jika sanggup memberikan bayaran yang besar kepada para aparat hukum. Inilah para mafia peradilan yang selama ini terus bercokol di negeri ini.

Mental aparat hukum negara kita banyak yang lemah imannya. Ini adalah warisan dari zaman dulu yang belum bisa direformasi sampai saat ini. Coba kita lihat fenomena yang terjadi di masyarakat setiap tahunnya. Seorang yang ingin menjadi polisi harus menyediakan uang puluhan juta rupiah agar dapat lolos seleksi penerimaan alon anggota polisi. Dan ketika mereka lulus dari pendidikan kepolisian yang ada dipikiran mereka bagaimana mengembalikan modal awal yang mereka keluarkan walau dengan jalan harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak mengeherankan kalau banyak polisi yang mau disuap agar meloloskan kasus kriminal, atau polisi ikut dalam kegiatan pembalakan liar dan ilegal logging, dan banyak juga polisi yang menjadi beking bandar narkoba bahkan menjadi pelaku penjual narkoba di masyarakat. Dan banyak kejahatan lainnya yang masih ditutupi dengan tameng hukum di Indonesia,

Inilah potret keadilan di negara kita. Mampukah negara kita menerapkan aturan hukum seperti di negeri Hadramaut yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi hukum dan menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Dan mampukah pemerintah memberikan keadilan terhadap masyarakat kecil serta memberantas para mafia peradilan? Mudah-mudahan semua itu suatu saat dapat terwujud.


Faisal Anwar: Tanah Bumbu 1 januari 2010

Read More......